
Definisi Nyeri dan penyebab rasa nyeri
Nyeri adalah berasa sakit (seperti ditusuk-tusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh); rasa yg menimbulkan penderitaan. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Definisi nyeri tersebut menjelaskan konsep bahwa nyeri adalah produk kerusakan struktural, bukan saja respon sensorik dari suatu proses nosiseptif, harus dipercaya seperti yang dinyatakan penderita, tetapi juga merupakan respon emosional (psikologik) yang didasari atas pengalaman termasuk pengalaman nyeri sebelumnya. Persepsi nyeri menjadi sangat subyektif tergantung kondisi emosi dan pengalaman emosional sebelumnya. Toleransi terhadap nyeri meningkat bersama pengertian, simpati, persaudaraan, alih perhatian, pendekatan kepercayaan budaya, pengetahuan, pemberian analgesik, ansiolitik, antidepresan dan pengurangan gejala. Sedangkan toleransi nyeri menurun pada keadaan marah, cemas, kebosanan, kelelahan, depresi, penolakan sosial, isolasi mental, dan keadaan yang tak menyenangkan.
Nyeri operasi merupakan keadaan yang sudah terduga sebelumnya, akibat trauma dan proses inflamasi, terutama bersifat nosiseptif, pada waktu istirahat dan 8 seringkali bertambah pada waktu bergerak. Nyeri operasi memicu respon stress yaitu respon neuro endokrin yang berpengaruh pada mortalitas dan berbagai morbiditas komplikasi paskaoperasi.
Nyeri akut hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari, penyebab penting respon stress dan alasan humanitas maka nyeri operasi harus ditanggulangi berbeda dengan nyeri kronik berdasarkan three step analgetic ladder WHO. Nyeri operasi umumnya berlangsung 24 jam, minimal pada hari ke 3-4 dan tak lebih dari 7 hari. Prinsip terapi nyeri akut adalah descending the ladder.
Penyebab rasa nyeri
adalah rangsangan-rangsangan kimiawi, mekanis, kalor dan listrik, yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator penting yang terlibat pada proses terjadinya nyeri adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin. Senyawa-senyawa ini kemudian akan merangsang reseptor nyeri (nosiseptor) yang terletak pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan-jaringan (organ-organ) lain (Tjay dan Rahardja, 2002)
Mengatasi nyeri dengan obat
Untuk mengatasi nyeri dengan obat, terdapat beberapa jalur yang kemungkinan dapat ditempuh antara lain sebagai berikut (Mutschler, 1991)
1) Mencegah stabilisasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja secara perifer.
2) Mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai anestesi permukaan atau anestesi infiltasi.
3) Menghambat penghantaran rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestesi konduksi.
4) Meringankan atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf pusat atau dengan obat narkosis.
5) Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (transkuilisia, neuroleptika, antidepresan)

Analgesik adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri. Istilah ini pada masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses penderita bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar dalam kaitannya dengan istilah anestesi lokal atau regional. Obat analgesik dibagi ke dalam dua kelompok, yakni obat golongan NSAID dan golongan opioid, yang bekerja di perifer atau sentral, sedangkan obat untuk melakukan analgesik lokal adalah kelompok obat anestesi lokal, seperti prokain, lidokain, dan bupivakain
Analgesik golongan opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat dengan efek samping seperti mual, muntah, konstipasi, retensi urin, dan sedasi. Golongan opioid dibedakan menjadi opioid lemah seperti kodein, tramadol, dan opioid kuat seperti morfin, fentanil.
Berbeda halnya dengan obat golongan opioid, obat golongan non opioid seperti parasetamol dan NSAID hanya dapat mengurangi nyeri paskaoperasi yang bersifat ringan sampai sedang. Golongan anelgesik nonopioid ini digunakan sebagai tambahan penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang berupa depresi napas dan jika kemungkinan terdapat banyak peradangan. Golongan ini selain bersifat antiinflamasi juga bersifat analgesik, antipiretik, dan anti pembekuan darah.
Penggunaan analgetika yang berlebihan, terutama ketika dipakai dalam periode waktu yang lama, bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit ginjal dan hati (Wilmana, 1995).
a. Analgetik narkotik
Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat sekali dengan titik kerja di susunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia), mengakibatkan toleransi dan habituasi, ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi bilapenggunaan dihentikan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetika narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu (Tjay dan Rahardja, 2002):
1) Agonis opiat, dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin, dan tramadol.
2) Antagonis opiat, bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan nalbufin.
3) Kombinasi, berkerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna. 10
b. Analgetik Non-narkotik
Obat-obat ini sering disebut golongan obat analgetika-antipiretik atau Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) (Siswandono dan Soekardjo, 1995) juga dinamakananalgetika perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkankesadaran, ataupun mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer memiliki sifat antipiretik yaitu penurunan panas pada kondisi demam. Sebagian besar efek samping dan efek terapinya berdasarkan atas mekanisme penghambatan biosintesis prostaglandin.
Mekanisme kerjanya sebagai analgetik yaitu dengan jalan menghambat secara langsung dan selektif enzimenzim yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase sehingga mampu mecegah stimulasi reseptor nyeri.
Obat-obat golongan analgetika ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1).Golongan salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisilamid, dan benorilat.
2).Turunan p-aminofenol : fenasetin dan parasetamol.
3).Turunan pirazolon : antipirin, aminofenol, dipiron, dan asam difluminat
4).Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat, dan asam difluminat (Tjay dan Rahardja, 2002)
Efek Samping Analgetik
1. Efek samping yang ringan yaitu mengantuk
2. Iritasi lambung, khususnya untuk golongan Para-Amino-Salisilat (Asetosal & Asam Salisilat)
3. Penurunan daya reflek pada syaraf, jika pemakaian jangka lama
4. Efek ketergantungan terjadi hanya pada Analgesik Narkotik (co: Morphin)
5. Kerusakan ginjal dapat terjadi jika pemakaian Analgesik dalam jangka lama & terus meneru
6. Kerusakan dapat terjadi pada reseptor penerima analgesik jika pemakaian berlebihan
PARASETAMOL
Parasetamol Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal sebagai parasetamol. Parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Rumus struktur kimia parasetamol
Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgesik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol dapat ditoleransi dengan baik sehingga banyak efek samping aspirin yang tidak dimiliki oleh obat ini sehingga obat ini dapat diperoleh tanpa resep
Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasikan dengan AINS untuk efek analgesik. Overdosis parasetamol tidak bisa dianggap hal yang wajar karena dapat menyebabkan OH NHCOCH3 kerusakan hati yang fatal dan obat ini sering dikaitkan dengan keracunan serta bunuh diri dengan parasetamol yang semakin mengkhawatirkan belakangan ini.
Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek antiinflamasinya yang sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Ketidak mampuan parasetamol memberikan efek antiradang itu sendiri mungkin berkaitan dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak telihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa
DAFTAR PUSTAKA
Anief Moh. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
PERTANYAAN DISKUSI
dari pembahasan tentang obat-obat analgetik terdapat beberapa masalah yang belum dipahami:
1. apabila dalam kondisi yang mengharuskan mengkonsumsi parasetamol, bolehkah ibu hamil mengonsumsi parasetamol yang termasuk NSAID?
2.Bagaimana dampak penggunaan analgetik pada kehamilan ?
3.. mekanisme terjadinya rasa nyeri dari tempat stimulus rangsang sampai saraf pusat?
4. contoh studi kasus penggunaan analgetik dan antipiretik pada anak dan ibu hamil ?
5.bagaimana mekanisme terjadinya efek samping analgetik yaitu Penurunan daya reflek pada syaraf, jika pemakaian jangka lama? apa yang menyebabkan penurunan daya reflek pada syaraf?
6.Apa yang terjadi jika parasetamol mengalami hidrolisis maupun oksidasi ?
Bagaimana Struktur parasetamol selanjutnya setelah mengalami hidrolisis maupun oksidasi tersebut ?
7.Dilihat dari pengertian agonis opiat dan antagonis opiat, apakah benar antagonis opiat lebih minim efek samping dibandingkan agonis opiat?
8. apabila terjadi penambahan gugus meti pada cincin aromatik pct apakah dapat mempengaruhi efeknya?
9.Bagaimana klasifikasi obt generik ini?
5 komentar:
Sebaiknya, dalam kondisi mengandung, ibu hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi obat sembarangan. sembarangan mengonsumsi obat paracetamol selama masa kehamilan akan verdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Sebuah riset membuktikan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi obat paracetamol dengan sembarang akan meningkatkan anak terkena resiko ADHD. ADHD adalah sebuah gangguan yang dapat membuat anak menjadi hiperaktif.
Jadi paracetamol atau obat NSAID sebaiknya dikontraindikasikan untuk ibu hamil. Sebaiknya, jika dalam keadaan hamil, harus mengkonsultasikan ke dokter mengenai penyakit dan obat aman untuk di konsumsi.
Dalam kondisi hamil tidak ada obat yang benar-benar aman untuk dikonsumsi karena obat tidak hanya berefek pada ibu tetapi juga pada pertumbuhan janin,namun apabila dalam kondisi tertentu yang sangat membutuhkan analgetik maka pengunaan paracetamol bisa saja dilakukan tetapi dengan pemantauan sehingga tidak menimbulkan ES terhadap janin ,sebaiknya konsumsi obat tidak dilakukan dlam jangka waktu lama.
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan no2.
Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nomor 6
jika suatu obat mengalami hidrolisis atau oksidai tentunya obat trsbut tidak bisa digunakan krn di khawatirkan akan merubah susunan struktur molekulnya dan pastinya tidak ada khasiatnya lagi malah bahkan bs menyebabkan penyakit lain
Proses Terjadinya Nyeri adalah sebagai berikut :
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.
Posting Komentar